Bahasa Indonesia, Timor Leste

Benny M, Prabowo & warlordisme

“Cari dua titik untuk masuk ke Timor Timur. Waktunya sepekan, lakukan secara rahasia. Jika tertangkap, kamu tidak akan diakui sebagai prajurit.” Begitu...

Written by Aboeprijadi Santoso · 1 min read >

“Cari dua titik untuk masuk ke Timor Timur. Waktunya sepekan, lakukan secara rahasia. Jika tertangkap, kamu tidak akan diakui sebagai prajurit.” Begitu perintah Benny M. di akhir 1974. Inilah titik awal dari agresi dan invasi dan pendudukan tentara Indonesia ke Timor Timur.

Brigjen Leonardus Benny Moerdani, yang saat itu menjabat Asisten Intelijen Departemen Pertahanan dan Keamanan, tak peduli perintah itu melanggar konsitusi RI. Timor Timur adalah wilayah jajahan Portugal, dulu kita sebut ‘Timor Portugis’ atau ‘Timor Dili’, jadi menurut UUD 1945 itu wilayah asing. Petualangan Benny akhirnya berekor perang yang ganas, panen yang gagal dan pendudukan militer yang represif. Indonesia menjadi negara penjajah yang menghasilkan bencana kemanusiaan di Timor Leste.

Soetiyoso, yang diberi perintah, menyamar jadi kuli dan mahasiswa, akhirnya terlibat Operasi Flamboyan dibawah Kol. Dading Kalbuadi dan ikut Tim Susi, regu Kopasandha, yang pada Oktober 1975 menembak mati lima wartawan asing di Balibo. Dekade sebelumnya, Benny sendiri, menjelang Peristiwa 1965, menyamar sebagai pegawai Garuda di Bangkok sebagai pembantu dekat tiga sekawan Soeharto-Ali Moertopo-Yoga Sugama. Adalah Benny pula yang mendesak Soeharto melancarkan invasi yang kemudian disepakati Menlu AS Henry Kissinger dan Presiden Gerald Ford pada 6 Desember 1975.

Menurut skenario Operasi Seroja invasi 7 Desember 1975 itu akan dilakukan serentak. “Kita makan pagi di Dili, makan siang di Baucau dan makan malam di Los Palos,” tegas Benny. Ternyata invasi itu ambur adul, petabuminya keliru, banyak prajurit tewas ditembak di parasut. Masaak serbuan militer disiapkan oleh tim intelejens, begitu kritik Letjen Sayidiman.

Gerilya Fretilin dan rakyat menghadapi invasi dengan semangat juang dan perlawanan dan daya ketahanan yang lama sekali. Rakyat ikut ke gunung, harus berpindah-pindah, namun perlawanan gerilya, meski terpukul berat, mampu bertahan hingga saat Jajak Pendapat 1999. Heroisme ini akhirnya membawa kemenangan Timor Leste pada referendum tsb.

Pendudukan Timor Timur menjadi semacam warlordisme. Hampir sepertiga penduduk tewas akibat perang dan konflik-konflik lokal sejak 1975. Di Jakarta isu Tim-Tim di tahun 1990an berkembang menjadi konflik dan persaingan antar jenderal sekitar Soeharto. Tapi di Tim-Tim mereka berkuasa sendiri dan berbagi rezeki antar mereka, menjadi jagoan-jagoan kuasa diatas penderitaan rakyat lokal – jauh dari keramaian dan persaingan antar elite-militer. Benny membangun oligarki tersendiri dgn bisnis kopi PT Denok – sepi dari persaingan dari Jakarta.

Di tahun 1980an warlordisme meningkat dengan ulah Prabowo. Dengan dalih selaku menantu Soeharto kala itu, dia sering bertindak tanpa sepengetahuan atasan2nya – sejak pembantaian ganas di Kraras, Viqueque, 1983 hingga Peristiwa Santa Cruz di Dili 12 Nopember 1991. Benny dan Prabowo menjadi prototype tentara pendudukan: machoisme.

Apa bedanya dengan Robin Hood, Ken Arok, atau preman Tanah Abang Hercules?

Written by Aboeprijadi Santoso
Independent Journalist in the Fields of Anthropology, Political History, Political Science and Social History. Formerly with Radio Netherlands. Profile