Bahasa Indonesia, Indonesia, Timor Leste

Deklarasi Bali Bohong: Kisah kegagalan BAKIN – 28 Nov. 1975

Facebook | Wed, Nov 29 2017

Written by Aboeprijadi Santoso · 3 min read >
Photo: Buku 'Integrasi'

Belum lengkap sehari setelah Deklarasi Kemerdekaan Republik Demokratik Timor Leste RDTL pada 28 Nov. 1975 pk. 10 malam, beberapa jam kemudian, tim BAKIN (Badan Intelejens Negara) yg berada di Bali, terkejut. Intelejens BAKIN kedodoran, gagal mendeteksi lebih awal. Malam itu, Tim BAKIN dibawah pimpinan Kol. A. Sugiyanto dan Louis Taolin, bersama sejumlah tokoh Timor Timur, berada di Hotel Bali Beach, Denpasar.

Foto 1

“Kami berada di Bali untuk belajar (tentang integrasi). Pada tanggal 29 November itu tiba2 Pak Soegiyanto memanggil kami semua,” cerita Ketua Partai Apodeti (kelak Gubernur kedua propinsi ke 27 Timor Timur), Guilherme M. Gonzalves kepada Radio Nederland (Dili 1995).

“Pagi itu, kami tiba2 dibangunkan. Mario (Carrascalao), saya dan yang lain2 keluar kamar, masih dengan piyama, dan diberitahu kabar (Fretilin telah mengumumkan kemerdekaan),” Jose Martins mengenang kembali, kepada Radio Nederland di Lisbon pada 1992.

Kontan naskah Deklarasi Integrasi segera disiapkan hari itu juga. Tempat dan tanggal yg tertera di draft harus diubah. Seorang staf BAKIN berseru “Tulis Bali (tanggal sekian)”, tapi dengan tangkas dia sendiri cepat mengoreksi: “Tulis Bali .. bo! Tulis ‘Balibo’!”. Balibo adalah kota di Distrik Bobonaro di wilayah Tim-Tim. (http://jawawa.id/…/the-balibo-declaration-revisited-1447893…)

Maka lahirlah apa yg kemudian disebut “Deklarasi Balibo” yg menyepakati integrasi Timor Timur ke dalam R.I. yg sebenarnya dirancang di Denpasar, Bali. Di masa tegang yg mengawali kemelut Tim-Tim itu tidak ada satu pun saksi, foto, atau dokumen yg membuktikan bahwa deklarasi tsb pernah disepakati di wilayah Timor Timur. Andaikata benar ada kesepakatan semacam itu di Timor Timur, mengapa kemudian tentara Indonesia harus berperang bertahun2 disana? Sejak itu pula deklarasi tsb dikenal sebagai “Deklarasi Bali Bohong”.

“Tim-Tim itu ibarat gatal di ketiak”

BAKIN adalah sayap intelejens militer tahun 1970an dibawah Ali Moertopo dan Benny Moerdani. Tipu daya merekayasa politik ini khas arsiteknya, Brigjen. Ali Moertopo. Adalah Moertopo dan pentolan2 CSIS yg merekayasa Pepera di Irian Barat untuk memaksakan Papua masuk dalam wilayah R.I. pada 1969. Kemudian, sebagai Aspri (asisten pribadi presiden) Ali, sejak Revolusi Mawar 1974 di Portugal, yg hendak mendekolonisasi jajahan2 Portugal, bertandang ke Lisbon, utk membujuk Portugal agar Tim-Tim diproses masuk ke dalam wlayah R.I.

Jenderal arsitek Orde Baru ini sejak mula berpikir strategis. Pada 1974 Ali Moertopo sempat mengenang pengalamannya dalam Operasi Mandala 1963 dibawah pimpinan Mayjen. Soeharto utk membebaskan Irian Barat. Saat itu, Ali merenung tentang Timor jajahan Portugal. “Timor Timur itu ibarat gatal2 di ketiak,” katanya. “East Timor is a security risk. It’s itching our (Indonesia’s) armpit,” katanya di muka pers dunia seperti dicatat oleh wartawan Antara, belakangan wartawan Radio Nederland, Lodewijk Pattiradjawane. Karena itu, Timor harus sekaligus direbut bersama Irian Barat menjadi bagian dari R.I., tapi usul Ali ini ditolak Soeharto.

“Deklarasi Balibo” akhirnya diumumkan esok harinya, 30 Nov. 1975, ditandatangani enam tokoh Timor Timur (lihat bawah). Dalam buku semi-resmi “Integrasi. Kebulatan Tekad Rakyat Timor Timur” (Nov. 1976), deklarasi tsb disebut “Proklamasi Integrasi.” (lihat Foto 2).

Foto 2

Jose Martins Jr yg menceritakan kisah Deklarasi Balibo tsb adalah wakil Partai Kota, putra Liurai Raja Atsabe, yg sejak 1974 mengelola Radio Atambua bersama staf Ali Moertopo. Belakangan, di New York, dia membelot ketika ikut Delegasi R.I. membela posisi R.I. di PBB. Pada 1997 dia kembali mendekati R.I. dan menjelang 17 Agustus 1997, Martins diundang Menlu Ali Alatas utk menghadiri perayaan Hari Kemerdekaan R.I. Terbang dgn KLM dari Amsterdam, setiba di Jakarta Martins meninggal secara misterius. Dokumen2 yg dibawanya sirna.


Helio Freitas mencatat isi naskah “Deklarasi Balibo” sbb:

Deklarasi Balibo

Dua hari sesudah proklamasi Kemerdekaan RDTL (Republik Demokratic Timor Leste) lawan politik Fretilin yang terdiri dari empat partai politik segera mengkounternya. Kounter yang mereka lakukan di kenal dengan DEKLARASI BALIBO. Deklarasi tersebut di selenggarakan di sub distrik Balibo distrik Bobonaro pada 30 November 1975. Dua hari sesudah Proklamasi Kemerdekaan RDTL oleh Fretilin dengan terpilih Francisco Xavier do Amaral sebagai Presiden pertama RDTL. Dan Nicolau Lobato sebagai Perdana Menteri. Kabinet pertama negara RDTL itu terdiri dari 12 menteri dan 2 orang wakil menteri.

Pada bagian awal naskah, proklamasi integrasi sebagai berikut:
“Kami rakyat Timor Timur dan daerah-daerah bahwa hanya dalam hal ini diwakili oleh Apodeti (Associacao Popular Democratica de Timor), UDT (Unioa Democratica de Timorense, Kota (Klibur Oan Timor Asswain) dan Trabalista setelah mengadakan analisa dengan seksama, menyesalkan proklamasi sepihak Fretilin yang dituangkan menjadi “Proklamasi Kemerdekaan” atas wilayah Timor Portugis, sedangkan sikap demikian itu, nampaknya disetujui oleh Pemerintah Portugal dan hasil dari fakta ini sama sekali bertentangan dengan kepentingan-kepentingan rakyat Timor Timur.

Pada bagian akhir naskah proklamasi Integrasi sebagai berikut:
Merasa bahwa karena tindakan kaum kolonialis Portugal dan Belanda yang hampir selema 500 tahun memisahkkan hubungan darah, hubungan persaudaraan dan etnis moral dan kebudayaan dengan rakyat Indonesia dari Pulau Timor. Melihat bahwa saat ini harus dianggap sebagai kesempatan yang baik untuk membangun kembali ikatan-ikatan tradisional yang kuat dengan Bangsa Indonesia.

Atas nama Allah Yang Maha Kuasa dan berdasarkan alasan yang dikemukakan tadi kami dengan khikmat menyatakan integrasi dari seluruh wilayah koloni Portugis dengan bangsa Indonesia dan proklamasi ini merupakan pernyataan paling tinggi dari perasaan-perasaan rakyat Timor Portugis.
Sesuai dengan isi proklamasi integrasi ini, maka Pemerintah Indonesia diminta untuk mengambil langkah-langkah yang perlu guna/untuk melindungi kehidupan yang sekarang merasa dirinya sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang sedang hidup di bawah teror dan praktek-praktek facist dari Fretilin yang direstui oleh Pemerintah Portugais.

Naskah proklamasi Integrasi itu sendiri ditanda tangani oleh Gulherme Maria Gonsalves ketua presedium dan Alexandrino Borroocue anggota presedium atas nama partai Apodeti, Francisco Lopes da Cruz Presiden dan Domingos Oliveira Sekretaris Jenderal atas nama partai UDT, Jose Martins Presiden atas nama partai Kota dan Domingos C. Pereira anggota pimpinan atas nama partai Trabalista.

Ketika jaman reformasi di Indonesia pada tahun 1998 naskah Deklarasi Balibo diperdebatkan. Kalah itu juga banyak pelaku dan saksi sejarah mulai membuka mulut atas peristiwa yang sebenarnya bertepatan dengan Deklarasi Balibo. Pada dasarnya banyak yang mengatakan bahwa naskah Deklarasi Balibo itu di buat pada salah satu Hotel di Bali, atas rekayasa pemerintah Jakarta. Sesudah naskah proklamasi itu selesai baru dibacakan di Balibo.

Anehnya peristiwa yang dianggap sangat bersejarah bagi kepentingan politik Indonesia itu tidak diliput oleh wartawan dari Indonesia. Ketika itu ada empat wartawan dari Indonesia berada di dekat Balibo tetapi mereka tidak mengadakan liputan atas peristiwa itu. Dari pengakuan Hendro Subroto wartawan TVRI dan penulis buku Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur. Ini bisa disimpulkan bahwa Deklarasi Balibo itu adalah rekayasa militer Indonesia atas perintah pemerintah pusat dari Jakarta. Sementara proklamasi kemerdekaan RDTL pada 28 November 1975 itu banyak sekali wartawan asing yang meliputnya. Kata Francisco Xavier do Amaral. Ini salah satu argumen yang tidak masuk akal. Maka bisa disimpulkan bahwa deklarasi Balibo adalah manipulasi dan propaganda Jakarta untuk segera mencaplok Timor Leste sebagai negara berdaulat.

Source: https://heliofreitas.blogspot.com/2006/07/pendudukan-indonesia-secara-ilegal-di.html

Written by Aboeprijadi Santoso
Independent Journalist in the Fields of Anthropology, Political History, Political Science and Social History. Formerly with Radio Netherlands. Profile

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *