Bahasa Indonesia, Indonesia, Timor Leste

Perintis invasi Timor Leste itu tutup usia

Kol. A. Sugijanto (paling kanan), c. 1975

Written by Aboeprijadi Santoso · 1 min read >

Catatan di Facebook 27 Feb. 2021 https://www.facebook.com/aboeprijadi.santoso/posts/10158578301538884

Kol. Aloysius Sugianto (1928-2021) adalah bagian dari Opsus (Operasi Khusus) – aparat ciptaan Soeharto yang dipimpin Ali Moertopo, pelaksana strategi Orde Baru. Perwira senior Kopassus ini mengaku dirinya adalah bagian dari Tim Pelaksana Opsus. Karirnya macet karena membongkar silsilah Soeharto, tapi di Timor Timur (Timor Leste) dia berperan kunci.

Sugianto mengaku orang pertama yang memasuki wilayah (ketika itu) Timor-Portugis dengan menyamar sebagai direktur perusahaan dalam Operasi Komodo dibawah Kol. Dading Kalbuadi (1974). Dia juga yang memimpin rekayasa deklarasi integrasi Tim-Tim. Akhir Nov. 1975 tim yang dipimpinnya berkumpul di sebuah hotel di Denpasar, Bali, bersama sejumlah tokoh Timor. Ketika dirumuskan, ada yang mengusulkan namanya ‘Deklarasi Bali’. Sugianto, menurut Jose Martins, putra Liurai (Raja) Bobonaro, segera berseru mengoreksi “No, not Bali, tulis .. Balibo!”

Maka lahirlah “Deklarasi Balibo 30 Nov. 1975” pada 28 Nov. yang mengklaim sebagai deklarasi rakyat Timor Timur berintegrasi ke Indonesia. Deklarasi itu kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Bali Bohong”. Pada hari itu Timor Leste memproklamasikan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Seminggu kemudian, pada 7 Des., tentara Indonesia menyerbu Timor Leste. Setahun kemudian, Juli 1976, Tim-Tim menjadi propinsi RI ke 27 – pertamakali RI melanggar konsitusinya sendiri dengan merebut wilayah asing.

Kol. Sugianto mengaku dirinya sebagai perwira intelejens tidak ikut Operasi Seroja tsb. Dalam wawancara dengan majalah Tempo 1) dia mengaku setuju dengan integrasi Tim-Tim. Menurut dia, Opsus dibentuk untuk operasi-operasi rahasia seperti membongkar kopor perwira Portugal. Adalah Sugianto pula yang diduga berperan kunci mendukung politisi UDT (parpol Timor yang pro Portugal) pada Agustus 1975. UDT kemudian berperang dengan Fretilin yang tampil sebagai kekuatan Timor yang dominan.

Perang-Saudara ini menjadi dalih untuk memerangi Fretilin (nasionalis-komunis) dan merebut Timor Timur dengan harapan aksi di tengah Perang Dingin ini akan mendapat dukungan negara-negara Barat. Pantas, ada peneliti yang membuka kemungkinan peran Opsus ini mirip peran Sjam dalam Peristiwa G30S pada 30 Sept.-1 Okt. 1965. Perang Saudara UDT-Fretilin menjadi dalih serbuan tentara Indonesia. 2)

Adalah Sugianto pula yang pada 1 Okt. 1965, bersama Ali Moertopo, menyiapkan serbuan ke lapangan udara Halim Perdanakusumah dan merebut RRI (Radio Republik Indonesia) di Jakarta.

Akhirnya, kita tahu, invasi itu, disusul perang, persekusi, dalam Operasi Pagar Betis di kawasan Matebian, mengakibatkan kegagalan panen dan kelaparan massal yang menelan 180an ribu atau hampir sepertiga penduduk (1975-78).

Kol. Aloysius Sugianto tutup usia pada 23 Feb. dan dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta, pada 24 Feb. 2021.

1) MBM Tempo 15 Feb. 1999

2) Indonesia, 30 September, 1965: the mystery continues

http://asiapacific.anu.edu.au/news-events/all-stories/indonesia-30-september-1965-mystery-continues

Written by Aboeprijadi Santoso
Independent Journalist in the Fields of Anthropology, Political History, Political Science and Social History. Formerly with Radio Netherlands. Profile